SEJARAH PERS DI DUNIA
Zaman dimana
belum ada mesin Gutenberg
Zaman dimana
berita dan informasi disebarkan lewat tulisan tangan dan dari mulut ke mulut (penyair)
karena harga media tulisnya masih mahal dan belum terbuat dari kertas maka
berita atau informasi tidak bisa menyebar dengan luas.
Zaman
Gutenberg
Dizaman ini
mulai berkembangnya mesin cetak yang diciptakan oleh Gutenberg yang cara penggunaannya
seperti mesin ketik, dimasa ini perkembangannya mulai ada dari media tulis . Kegiatan
penyebaran informasi melalui tulis-menulis makin meluas pada masa peradaban
Mesir, ketika masyarakatnya menemukan tehnik pembuatan kertas dari serat
tumbuhan yang bernama “Phapyrus”.
Pada abad 8
M., tepatnya tahun 911 M, di Cina muncul surat kabar cetak pertama dengan nama
“King Pau” atau Tching-pao, artinya “Kabar dari Istana”. Tahun 1351 M, Kaisar
Quang Soo mengedarkan surat kabar itu seminggu sekali.
Sehingga
Penyebaran informasi tertulis maju sangat pesat sejak mesin cetak ditemukan
oleh Johan Guttenberg pada 1450. Koran seperti sekarang ini muncul pertama
kalinya pada 1457 di Nurenberg, Jerman. Salah satu peristiwa besar yang pertama
kali diberitakan secara luas di surat kabar adalah pengumuman hasil ekspedisi
Christoper Columbus ke Benua Amerika pada 1493.
Pelopor
surat kabar sebagai media berita pertama yang bernama “Gazetta” lahir di
Venesia, Italia, tahun 1536 M. Saat itu Republik Venesia sedang perang melawan
Sultan Sulaiman. Pada awalnya surat kabar ditulis dengan tangan dan para pedagang di
Rialto menulisnya kembali dan menjualnya dengan murah, namun kemudian surat
kabar ini dicetak.
Surat kabar
pertama kali di cetak terbit setiap hari adalah Oxford Gazzete di Inggris tahun
1665 M, Kemudian berganti nama menjadi London Gazzette dan ketika Henry
Muddiman menjadi editornya untuk pertama, dia telah menggunakan istilah
“Newspaper”.
Di Amerika
Serikat ilmu ini mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan istilah
“Journalism”. Saat itu terbit surat kabar dalam bentuk yang modern, yaitu Publick
Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin
Harris.
Pada Abad
ke-17, di Inggris kaum bangsawan biasanya memiliki seorang penulis yang membuatkan
berita untuk kepentingan sang bangsawan. Organisasi pemasok berita bermunculan
bersama maraknya jumlah koran yang diterbitkan. Pada saat yang sama koran-koran
eksperimental, yang bukan berasal dari kaum bangsawan, mulai pula diterbitkan
pada Abad ke-17 itu, terutama di Prancis.
Pada abad
ke-17 pula, John Milton memimpin perjuangan kebebasan yang menyatakan pendapat
di Inggris, yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced
Printing. Sejak saat itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita, namun juga
mempengaruhi pemerintah dan masyarakat .
Di
Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis
oleh Karl Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama
Zeitungskunde tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika mulai dibuka School of
Journalism di Columbia University pada tahun 1912 M/1913 M dengan penggagasnya
bernama Joseph Pulitzer (1847 – 1911).
Pada Abad
ke-18, jurnalisme lebih condong ke bisnis dan alat politik daripada sebuah
profesi. Komentar-komentar tentang politik misalnya, sudah bermunculan pada
masa ini. Demikian pula keterampilan desain atau perwajahan mulai berkembang
dengan kian majunya teknik percetakan.
Pada abad
ini juga perkembangan jurnalisme mulai diwarnai perjuangan panjang kebebasan
pers antara wartawan dan penguasa. Pers Amerika dan Eropa berhasil
menyingkirkan batu-batu sandungan sensorsip pada akhir Abad ke-18 dan memasuki
era jurnalisme modern seperti yang kita kenal sekarang.
Pada
pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi
mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai
penerbit surat kabar dan majalah. Kantor berita pelopor yang masih beroperasi
hingga kini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan
Agence-France Presse (Prancis).
Tahun
1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning),
sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New
York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William
Randolph Hearst.
Ciri khas
“jurnalisme kuning” adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan
pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu, yaitu
untuk meningkatkan penjualan. Namun, jurnalisme kuning tidak bertahan lama,
seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.
Sebagai
catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan, serta
dengan mudah menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif
dan berimbang. Namun, para wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita
yang mereka tulis untuk publik haruslah memiliki tanggung jawab. Kesadaran akan
jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk organisasi
profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di
Inggris pada tahun 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada
masa berikutnya. Kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai
universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang
tidak biasa dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi
jurnalisme profesional.
Teknologi
Informasi
Kegiatan
jurnalisme terkait erat dengan perkembangan teknologi publikasi dan informasi.
Pada masa antara tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi
jurnalistik. Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat,
sehingga deadline penulisan berita bisa ditunda hingga malam hari dan mulai
munculnya foto di surat kabar.
Pada 1893
untuk pertama kalinya surat kabar di AS menggunakan tinta warna untuk komik dan
beberapa bagian di koran edisi Mingguan. Pada 1899 mulai digunakan teknologi
merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh kalangan jurnalis
saat itu.
Pada
1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan pesaing baru dalam pemberitaan,
dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media cetak tidak sampai
kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat dan
sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat sedikit teralihkan
dengan munculnya televisi.
Perkembangan
teknologi komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara
dan proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang mungkin,
proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga
iklan, dan marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan
komputer di industri media massa.
Memasuki era
1990-an, penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi saja.
Semakin canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem dan
teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks, foto, dan video melalui
internet,yang memudahkan wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun.
Selain itu, pada era ini juga muncul media jurnalistik multimedia.
Perusahaan-perusahaan media raksasa sudah merambah berbagai segmen pasar dan
pembaca berita. Tidak hanya bisnis media cetak, radio, dan televisi yang mereka
jalankan, tapi juga dunia internet, dengan iklan yang tak kalah luasnya.
Setiap
pengusaha media dan kantor berita juga dituntut untuk juga memiliki media internet
ini agar tidak kalah dengan pengusaha lainnya dan demi menyebarkan berita ke
berbagai kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti memiliki
situs berita di internet, yang update beritanya bisa dalam hitungan menit. Ada
juga yang masih menyajikan edisi internetnya sama persis dengan edisi cetak.
Pada tahun
2000-an muncul situs-situs pribadi yang juga memuat laporan jurnalistik
pemiliknya. Istilah untuk situs pribadi ini adalah weblog atau sekarang biasa
disebut dengan blog .Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik.
Tapi banyak juga yang berisi laporan jurnalistik bermutu. Senior Editor Online
Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan salah satu
bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber untuk berita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar